Kamis, 12 Mei 2011

Tugas filsafat- Kamis, 5 Mei 2011

Desi Furidaniyah
08301241043
Tugas kuliah filsafat oleh Pak Marsigit, Kamis 5 Mei 211

Ilmu Berawal dari Pertanyaan
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari hakekat, dan hakekat filsafat ada dalam filsafat itu sendiri. Ontologi, epistemologi, dan aksiologi yang ada dalam filsafat saling berhubungan dan setiap pasang memiliki makna tersendiri. Ontologinya epistemologi berarti hakekat cara bukan masalah benar dan salah, tetapi berhubungan dengan etik estetikanya epistemologi itu sendiri. Misalnya upacara ruwatan pada masyarakat Jawa yang dilakukan untuk menghilangkan nasib-nasib tidak baik yang mengikut ada diri seseorang. Ontologinya ontologi berarti hakekat dari hakekat. Sedangkan ontologinya aksiologi berarti hakekat sebuah etika. Misalnya mengapa anak-anak diajarkan untuk makan dengan menggunakan tangan kanan. Selain lebih indah dipandang, makan dengan tangan kanan merupakan ajaran Rasulullah yang sudah seharusnya diikuti.
Kemudian, epistemologinya ontologi berarti mempelajari hakekat, apa yang membentuknya. Misalnya jika ditanya apa hakekat mencintai, dapat dijawab bahwa mencintai adalah menumbuhkan, mengembangkan, dan membersamai orang yang kita cintai untuk bermetamorfosa menjadi jauh lebih baik daripada sebelum ia berjumpa dengan kita. Selanjutnya epistemologinya epistemologi berarti bicara sumber dari sebuah cara yang tentunya amat banyak contohnya dalam kehidupan, misalnya cara untuk menghalalkan hubungan antara lakilaki dan perempuan adalah dengan pernikahan, yang segala tuntunannya bersumber dari Al-Quran. Kemudian, epistemologinya aksiologi berarti sumber dari cara, mungkin lebih dekat dengan apa yang menjadi sumber sebuah tradisi dilakukan, atau sumber prosedur sebuah tindakan.
Berbicara tentang etik tapi secara etik merupakan aksiologinya aksiologi. Misalanya mengupas tentang psikologi suami istri dengan cara yang ahsan (baik). Aksiologinya ontologi berarti nilai dari ontologi itu sendiri. Sedangkan aksiologinya epistemologi berarti mengkritisi cara. Mungkin erat kaitannya dengan pertanyaan mengapa sebuah tradirsi dilakukan atau mengkritisi suatu hukum yang berlaku di masyarakat.
Objek filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu, menjadi amat mungkin jika filsafat mengambil andil dalam pembentukan karakter bangsa. Yang menjadi krusial di sini adalah jika para penguasa memanfaatkan hakekat filsafat untuk menyesangrakan rakyat, seperti yang dilakukan Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpinnya. Apalagi dalam hal ini filsafat yang digunakan Hitler adalah vitalisme yang sangat jauh dari Tuhan.
Berbicara tentang karakter, kita dapat memahami karakter seseorang lewat komunikasi. Semakin banyak kita berbicara dengannya akan semakin lebih mudah untuk bisa mengerti keribadian saudara kita. Apalagi jika hubungan yang dibangun amat dekat. Misalnya dalam hubungan rumah tangga, komunikasi yang baik antara suami dan istri menjadi modal penting dalam membangun rumah tangga yang harmonis. Semakin intensnya komunikasi yang dibangun, maka kepercayaan yang tumbuh pun akan semakin besar. Jika kita mengamati lebih dalam pertunjukan wayang, maka dapat dimaknai bahwa separuh dunia wayang adalah hafalan belaka, sedangkan separuh yang lain merupakan kemampuan merefleksikan nilai-nilai yang dibawakan dalam pertunjukan tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.
Sejauh ini dapat dimaknai bahwa hidup adalah perjuangan di jalanNya, membekali diri sebelum pulang menghadapNya. Maka segala ketidakberdayaan yang dirasakan akibat dari menghadapi hidup itu sendiri, sudah semestinya dikembalikan kepadaNya. Rasa panik yang kadang timbul bisa diobati dengan berdoa. Ya, semua karena Alloh tidak pernah bosan mendengar sampai akhirnya mungkin, manusia itu sendiri yang bosan berkata-kata padaNya lewat lantunan doa, semoga kita terhindar dari yang demikian. Apalagi jika diri sampai enggan berdoa, maka dapat dikatakan bahwa kita, berada dalam golongan orang yang sombong dan Alloh tidak menyukai yang demikian karena sombong adalah pakaianNya. Seperti halnya Syekh Siti Jenar yang menyamakan dirinya dengan Tuhan, atau seperti Fir’aun di masa lampau sehingga Tuha murka dan menghukumnya. Mereka dengan bangga memakai pakaian kesombongan yang tidak seharusnya tersematkan dalam jiwa mereka.
Tentang bijaksana, dapat dikatakan bahwa filsafat itu bijaksana. Dan di dunia ini tidak ada manusia yang benar-benar bijaksana, selain Rasulullah. Mereka yang sudah kita nilai sebagai orang yang bijak sebenarnya hanyalah orang yang berusaha untuk terus mendekati sikap bijaksana itu sendiri. Dalam filsafat barat, orang dikatakan bijaksana apabila ia orang berilmu. Namun di timur, orang dikatakan bijaksana apabila ia memiliki rasa, karsa, dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Salah satu contoh sikap bijak yang dapat dilakukan adalah memberikan kemerdekaan berpikir untuk melahirkan kreativitas yang lebih arif.